Minggu, 14 Februari 2010

Mempersiapkan bayi menghadapi pembedahan

Pembedahan pada bayi yang berumur beberapa hari pertama kehidupan, dengan sedikit kekecualian, dilakukan hanya untuk kondisi “life threatening”. Malformasi anatomis mungkin menyebabkan gejala dini dan berat (hernia diafragmatika). Pada awalnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bisa secara cepat menyebabkan perubahan patofisiologi yang serius (imperforate anus), atau asimptomatis tetapi memerlukan pembedahan “urgent” (neuroblastoma)
1.Fasilitas pelayanan; neonatal surgical center
a. Tim perawatan bedah neonatus yang kompak
i. Spesialis bedah anak
ii. Neonatologist atau spesialis anak lainnya
iii. Perawat NICU yang terampil
iv. Spesialis anak dalam radiologi, anestesi, patologi
b. NICU
c. Laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan mikro yang siap 24 jam perhari
2.Resusitasi. Bayi yang tidak stabil dengan dekompensasi pernafasan, hipovolemia, syok atau asidosis harus dilakukan resusitasi sebelum dilakukan pembedahan. Koreksi sepenuhnya terhadap kedaan fisiologis yang abnormal kemungkinan tidak bisa dicapai, tetapi semua upaya untuk memperbaiki oksigenasi dan perfusi jaringan sebelum pembedahan.
a. Treatment dilakukan lebih dulu dari diagnosis dan evaluasi. Hipoksia dan hipovolemi harus segera diatasi sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan organ yang irreversible. Hal ini mungkin dikerjakan sebelum penyebab sebenarnya benar-benar di ketahui dengan pasti
b. Ventilasi merupakan prioritas pertama. Untuk mencqapai pertukaran udara yang adekwat dan oksigenasi, biasanya di lakukan pemasangan intubasi endotrakeal dan bantuan ventilasi pada anak yang sakit berat. Pemeriksaan analisa gas darah arteri merupakan pemeriksaan utama pada pasien dengan ventilator, pasang kateter pada arteri umbilikalis atau radialis.
c. Volume darah harus segera dipulihkan dengan pemberian normal saline (bukan D5% atau 1/5 NS), baik puladiberikan plasma dan sel darah merah bila diperlukan.
i. Perfusi jaringan yang adekwat merupakan yang utama untk fungsi organ dan serangan asidosis. Tidak ada pasien yang boleh dilakukan pembedahan sampai volume darah pulih bagaimanapun berat sakitnya.
ii. Sejumlah besar cairan kemungkinan perlu diberikan. Paling banyak kesalahan terbesar pada penatalaksanaan hipovolemia adalah “ too little, too slow”
iii. Terapi bolus (10ml/kgBB dalam 10 menit)bisa dilakukan berulang sampai terbukti adanya re-ekspansi volume darah dan perfusi jaringan: penurunan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, perbaikan perfusi kulit (warna dan kehangatannya), dan meningkatnya produksi urine.
d. Asidosis sedapat mungkin dikoreksi.
i. Asidosis respiratorik dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekwat
ii. Metabolik asidosis dikoreksi dengan melakukan re-ekspansi volume darah yang akan memperbaiki perfusi jaringan menghentikan metabolisme anaerob
iii. Bikarbonas natrikus harus diberikan (1 mEq/kgBB/menit), tetapi ini tidak diberikan pada perfusi jaringan dan ventilasi yang adekwat, karena kemungkinan terjadinya hipernatremia
e. Elektrolit. Ketidak seimbangan elektrolit dan “total fluid deficit” tidak dapat dikoreksi sepenuhnya pada pra-bedah. Perbaikan kekeadaan normal akan menurunkan risiko anestesi dengan memperbaiki fungsi organ
f. Koagulasi. Keadaan koagulasi yang abnormal dikoreksi dengan pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP), trombosit, dan vitamin K (1mg IM)
g. Antibiotik. Diindikasikan karena adanya hipoksia jaringan sangat menurunkan resistensi terhadap invasi bakteri. Ampisilin, gentamisin, dan clindamisin efektif untuk sebagian kebanyakan organisme penyebab infeksi
3. Anomali kongenital yang terkait
a. Prematuritas. Prematuritas sering terkait dengan kelainan yang bisa menyebabkan kematian bila dilakukan pembedahan pada bayi baru lahir.
b. Anomali sering ditemukan multipel. Bila didapati suatu anomali maka harus dicurigai dan dicari kemungkinan adanya kelainan kongenital lain yang bersamaan dengan embriogenesisnya.
c. Anomali berat yang berkaitan
i. Decompensated congenital hearth disease mungkin memerlukan terapi sebelum pembedahan; misalnya pada atresia esofagus atau duodenum
ii. Pembedahan tidak diindikasikan pada bayi dengan kelainan otak yang tidak ada harapan sembuh, misalnya anenchefali, atau kelainan kromosomal yang fatal
4. Penentuan risiko pembedahan. Risiko pembedahan tergantung kemampuan mekanisme homeostasis menghadapi stress anestesi dan stress pembedahan. Dalam keadaan normal, bayi sehat mempunyai toleransi yang baik terhadap pembedahan mayor tanpa kesulitan. Bayi dalam keadaan syok atau asidosis berat mungkin tidak mampu bertahan hidup bila mendapat pembiusan. Risiko pembedahan pada bayi baru lahir tergantung pada beberapa faktor, hanya beberapa yang bisa dikendalikan:
a. Penyakit bedah. Infark usus pada volvulus akan menyebabkan hipovolemia, asidosis dan sepsis. Tetapi kista sederhana intra abdomen, atau tumor mungkin tidak mempengaruhi fisiologi pada bayi. Beberapa keadaan kasus pembedahan emergensi pada bayi, patofisiologi tidask dapat dikoreksi sampai penyakitnya dikeluarkan dari tubuh.
b. Malformasi kongenital yang terkait. Misalnya; Prematur berat dan kelainan jantung kongenital berat. Menunda pembedahan mungkin masih bisa diterima
c. Pembedahannya itu sendiri. Misalnya stress dan risiko tehnik pembedahan lebih besar pada reseksi hepar dibanding dengan gastrostomi
d. Pembiusan. Variasi obat pembiusan saat ini banyak tersedisa untuk meng-eliminasi, nyeri, induksi kesadaran, dan memberikan relaksasi otot, banyak mereupakan vasodilator, cardiac depressant, hepatotoksik dan iritasi bronkeal.
i. Obat anestesi tidak boleh diberikan pada pasien dalam keadaan hipovolemia, mungkin hanya oksigen saja yang bisa diberikan.
ii. Pengendalian ventilasi dan oksigenasi, lebih baik dengan aspirasi dari sekresi trakeobronkeal memberikan keuntungan pada pemberian obast anestesi
5. “Timming” pembedahan. Penetapan saatnya pembedahan pada kasus emergensi harus mempertimbangkan semua faktor-faktor yang ada, mengenali dan memperbaiki keadaan umum
a. Resusitasi. Pemulihan volume dana dan ventiulasi, hampir selalu merupakan yang esensil. Kecuasli pada hernia diafragmatika dimana resusitasi mungkin sampai hernianya direduksi.
b. “Major threat” untuk kehidupan lebih diutamakan. Reseksi jaringan yang mati atau usus yang perforasi lebih di utamakan dari defek jantung kongenital yang serius, tapi l;ebih didahulukan dibanding repair atresia esofagus
6. Persiapan prabedah
a. Tujuan persiapan pra-bedah; yakni untuk meminimalkan risiko pembedahan dan mengoptimalkan out come. Yang paling baik dengan cara evaluasi yang akurat dari semua kemungkinan keadaan fisiologi yang abnormal dan koreksi dari semua kemungkinan
b. Pada pasien emergensi, harus seimbang antara kebutuhan untuk resusitasi dan efek progresif dari kelainan bedah yang belum dikoreksi. Lakukan koreksi yang bisa dikoreksi, tetapi jangan terlalu lama untuk kemudian dilakukan pembedahan
c. Bebrapa hal yang harus dipoerhatikan. Bervariasi tergantung kepentingannya untuk pembedahan.
i. Universal. Dilakukan pada semua pasien
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Injeksi vitamin K - IM
4. Pemeriksaan contoh darah anak dan ibu untuk Bank darah
ii. Emergensi. Dimana waktu berperan penting
1. Pemeriksaan Dignostik penunjang
a. Foto x-ray toraks
b. Foto x-ray abdomen dengan kontras
c. Pemeriksaan elektrolit dengan indikasi
d. Pemeriksaan analisa gas darah arteri atas indikasi
e. Pemeriksaan koagulasi atas indikasi
2. Penatalaksanaan
a. Pemulihan volume darah
b. Ventilasi yang adekwat
c. Pemulihat hematokrit
d. Mulai lakukan koreksi asidosis, imbelens elektrolit dan dehidrasi
e. Antibiotik
f. Mulai lakukan pemeriksaan tipe darah dan cross matching
g. Siapkan trombosit dan FFP
iii. Elektif. Waktu tidak menjadi perhatian
1. Pemeriksaan penunjang diagnostik. Pemeriksaan apapun yang diperlukan untuk menyingkirkan semua masalah secara lengkap.
2. Patokan terapeutikum
a. Semua parameter fisiologis harus dipulihkan ke keadaan normal bila memungkinkan
b. Keadaan nutrisi harus dalam keadaan optimal
c. Darah hartus selsalu tersedisa bila diperlukan
7. Orang tua pasien. Saran dan penjelasan. Ini merupakan hal yang utama sebagai tanggung jawab spesialis bedahnya. Harus menjelaskan secara pribadi setiap permasalahan dan kemungkinan pembedahan yang akan dihadapi kepada orang tua pasien, termasuk apakah pembedahan ini emergensi atau elektif.
a. Pembedahan emergensi.
i. Keadaannya biasanya buruk. Ibunya biasanya masih dirawat di bangasal kandungan atau di rumah sakit lain dan ayah harus menhadapinya sendiri dalan keadaan bingung. Takut anaknya akan meninggal. Kebanyakan tidak pernah mendengar tentang penyakit anaknya ini, saat ini pembedahan dapat membuat anaknya cacat. Keluarga dan kawan-kawannya tidak banyak bisa memberi dukungan.
ii. Penjelasan yang diberikan harus formal. Orang benar-benar tidak mempunyai pilihan lain pada banyalk kasus. Anak ini harus menjalani pembedahan.
iii. Orang tua harus mendapat penjelasan yang sebaik-baiknya akan masalah yang dihadapi dengan jelas, rencana prosedur pembedahan yang akan dilakukan, dan mendiskusikan akan kemungkinan hasil yang akan dicapai. Dijelaskan pula semua kemungkinan komplikasi yang mungkin dihadapi.
iv. Penjelasan harus diberikan kembali setelah pembedahan, kalau perlu dengan gambar-gambar agar lebih jelas
b. Pembedahan elektif
i. Pada pembedahan yang bukan “life threatening”, penjelasan harus diberikan sepenuhnya terhadap kemugkinan adanya risiko dan komplikasi dari pembedahan. Biarkan orang tua nya memberikan pilihan
ii. Spesialis bedahnya harus memperlihatkan simpati dan secara bebas memberikan semua jawaban yang diperlukan oleh orang tuanya
iii. Spesialis bedahnya harus memberikan rekomendasi. Keputusan ahir berada di tangan orang tuanya.

Rabu, 10 Februari 2010

Benjolan dileher, apa saja kemungkinan penyebabnya ?

Seringkali kita dihadapkan pada bayi atau anak-anak yang datang dibawa oleh orang tuanya ketempat praktek dengan benjolan pada leher.
Catatan dibawah ini mungkin bisa sedikit membantu memilah beberapa penyebab.

Definisi.
Pada anak-anak sering timbul benjolan atau pembengkakan pada leher. Sebagian besar dari massa ini merupakan lesi jinak yang tidak memerlukan pengobatan. Berhubung rendahnya risiko keganasan dan ansietas kedua orang tuanya, maka diagnosis dan pengobatan yang akurat menjadi yang esensil.
Diagnosis deferensial.
Faktor kunci pada penegakkan diagnosis benjolan pada leher adalah lokasinya, fisiknya secara alamiah, umur pasien, gejala yang berkaitan.
1. Massa digaris tengah. Limfadenopati, Kista duktus tiroglosus, kista dermoid, nodule tiroid
2. Segi tiga anterior. Limfadenopati, kista brankialis kleft, tumor kelenjar liur atau kista
3. Segi tiga posterior. Limfadenopati, metastase tumor, kista bronkogenik
Limfadenopati
Pembesaran kelenjar getah bening (pembengkakan kelenjar), paling sering dijumpai berupa benjolan pada leher ukurannya bervariasi mulai dari pembengkakan yang bisa diraba sampai beberapa cm diameternya.
1. Limfadenopati yang mungkin bisa terjadi dilokasi manapun. Lokasi yang paling sering adalah anterior dari otot sternokleidomastoideus dibawah sudut mandibula dan dibelakang telinga
2. Infeksi biasanya merupakan penyebab dari limfadenopati, sering oleh virus faringitis yang menyebabkan pembesaran “tonsilar” node di bawah sudut mandibula. Kelenjar getah beninbg ini jarang suppurasi, tetapi pembesaran KGB nya sampai beberapa bulan
3. Acute suppurative submandibular lymphadenitis disebabkan oleh infeksi stafilokokus atau streptokokus
a. Temuan klinis. Limfadenitis supurativa sering ditemukan pada anak 6 bulan sampai 3 tahun. Pembesaran KGB biasanya didahului oleh faringitis atau infeksi saluran nafas atas. Anak tampak sakit, demam, dan iritable. Pembesaran KGB tiba-tiba, eritema, terasa nyeri, dan berkembang jadi selulitis pada bagian bawah dagu, bila jadi abses maka akan ditemukan fluktuasi.
b. Patofisiologi. Tidak diketahui dengan pasti mengapa kelenjar submandibula kebanyakan cenderung menjadi infeksi piogenik. Sebelum faringitis streptokokus, hanya kadang-kadang timbul
c. Penatalaksanaan. Pemberian antibiotik; ampisilin 25 mg/kgBB qid. Sering kali pada banyak kasus berubah menjadi abses. Adanya tanda fluktuasi merupakan indikasi dilakukan drainase bedah. Insisi dan drainase dilakukan dengan menggunaka sedasi dalam tetapi bisa juga dilakukan tanpa pembiusan. Luka bedah dibalut tekan untuk hemostasis dan memungkinkan jaringan menyembuh dari dalam, dilakukan sekitar seminggu. Kekambuhan jarang terjadi.
4. Limfadenitis kronis. Pembesaran KGB yang menetap, lama setelah bukti-bukti adanya infeksi menghilang. Keadaan ini sering sekali dijumpai. Bisa disebabkan oleh infeksi banal maupun spesifik (limfadenitis tbc)
a. Limfadenitis kronis oleh infeksi banal
i. Klinis. Sering dijumpai “tonsillar nodes” . kemungkinan sebelumnya di dapati riwayat faringitis atau ISPA yang disertai pemebsaran KGB yang kemudiqan menetap setelah infeksinya berlsalu. KGB ini biasanya soliter, tidak nyeri, mudash digerakan, dan lunak.
ii. Patofisiologi. Pemeriksaan histopatologi didapati gambaran “ reactive hyperplasia” pada biopsinya
iii. Penatalaksanaan. Tidak diperlukan terapi apapun bila ukuran diameternya < 1 cm dan asimptomatik. Banyak pembesaran KGB kronis menghilang sendiri. Beberapa dilakukan biopsi.
b. Limfadenitis kronis tuberculose. Biasanya sekunder dari infeksi paru-paru. Di Indonesia sering kali dijumpai (endemis). Infeksi bisa juga disebabkan oleh mycobacterium atipik yang masuk melalui faring (jarang di Indonesia)
i. Klinis. Tidak ditemukan riwayat sakit sebelumnya, tidak ada demam maupun leukositosis, nodul membesar tetapi tidak disertai rasa nyeri atau tanda inflamasi. Setelah beberapa minggu, nodule mengalami degenerasi membentuk “cold absces”, bila tidak diobati, maka akan terdrainase spontan dan terbentuk sinus. Test PPD kulit mungkin positif atau negatif.
ii. Patofisiologi. Reaksi granulomatosa dari KGB tipikal oleh tbc
iii. Penatalaksanaan. Kuratif dilakukan eksisi dan terapi anti tbc
c. Penyakit Hodgkin. Sangat jarang ditemukan pada anak-anak pra-sekolah, tetapi frekwensi nya meningkat pada umur belasan dan dewasa muda, sering berupa “solid tumor”. Hampir 1 dalam 100 kasus pembesaran KGB, merupakan keganasan. Hal ini mungkin menyebabkan ketakuan pada para orang tua.
i. Klinis. Ada beberapa karakteristik yang merupakan indikasi adanya perubahan ganas pada KGB.
1. Tumbuh terus menerus melampaui periode beberapa minggu
2. Tanda lokal; tidak disertai rasa nyeri, kemerahan atau fluktuatif
3. Bisa ditemukan pembesaran beberapa KGB, atau single
4. Kehilangan berat badan, demam malam hari, dan malaise tanpa adanya tanda-tanda infeksi, lebih lanjut harus dicurigai adanya malignansi
ii. Patofisiologi. Penyakit Hodgkin mungkin merupakan kelompok beberapa KGB leher pada sisi yang sama, tetapi sering bilateral atau berkembang di mediastinum atau abdomen.
iii. Penatalaksanaan. Penatalaksanaan primernya dengan kemoterapi dan radiasi. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi.
Biopsi pada limfadenitis kronis. Kebanyakan pembesaran KGB tidak dilakukan pembedahan. Biopsi mungkin harus dikerjakan bila diagnosis tidak bisa ditegakkan. Pada banyak kasus, pembengkakan akan hilang dalam 6 minggu, dan menunggu dalam beberapa lama tidak akan memperburuk keadaan bila ternyata kelainan ini adalah Penyakit Hodgkin.
Indikasi eksisional biopsi pada pembesaran KGB leher
1. Nodule berukuran diameter ≥ 2 cm, dan tetap ada selama ≥ 6 minggu
2. Nodule berukuran diameter ≥ 2 cm, yang tumbuh cepat dan terus membesar dalam 2 – 3 minggu
3. Teraba keras, melekat dan tidak nyeri
5. Kista duktus tiroglosus (KDTG)
a. Etiologi. Kista duktus tiroglosus teerjadi akibat kegagalan obliterasi dari duktus tiroglosus setelah penurunan tiroid pada minggu ke 6 umur gestasi
b. Klinis. Jarang di ketemukan pada masa bayi. Di temukan sering pada masa kanak-kanak dini, berupa massa kistik di garis tengah atau drainase melalui sinus. Mungkin juga tidak tampak sampai begitu ada infeksi dengan abses baru muncul. Kista terletak di tengan atau dekat dengan garis tengah, biasanya “overlying” dengsan ossa hyoid, lebih mendekati dagu atau mungkin juga lebih mendekati sternum. Adanya protrusi lidah menandakan adanya bertumbuhnya massa.
c. Patofisiologi. KDTG, berhubungan dengan rongga mulut, memudahkan bakteri menginfeksi kista. Kista dan duktus dilapisi oleh “stratified squamous atau pseudostratified columnar epithelium dan kelenjar sekresi yang memproduksi mukus. Mungkin terdapat kelenjar gondok ektopik
d. Penatalaksanaan. Dilakukan eksisi dengan mengangkat massa nya dan sekalian mencegah kambuhnya infeksi
i. Bila kista sudah terinfeksi, berikan antibiotik. Biasanya memungkinkan untuk eradikasi infeksi, memungkinkan pembedahan di tunda dalam keadaan tidak sedang infeksi
ii. Pra-bedah dilakukan tiroid-scan
iii. Bagian tengan ossa hyoid harus dipotong diangkat bersama kistanya dan duktusnya sqampai ke foramen os hyoid. Kegagalan mengangkat badian tengan os hyoid, banyak menyebabkan banyaknya kasus residif
6. Nodul tiroid. Nodul pada tiroid harus dipikirkan pada diagnosis deferensial bila massa terletan”low anterior” leher. Dianjurkan untuk di buat tiroid scan.
7. Kista celah brankial.
a. Etiologi. Kelianan dari penutupan dan resorpsi dari celah brankial primitif dan lengkung insang nya memberi kemungkinan timbulnya kista, sinus dan massa.
b. Klinis.
i. Sinus celah brankialis. Sinus akan tampak sebagai lubang muara pada kulit di angulus mandibula (celah brankial- 1) atau sepsanjang tepi anterior m. sternokleidomastoid (celah brankial-2). Sinus dari celah ke-2 lebih sering dijumpai dan mengeluarkan air liur
ii. Kista celah brankial. Timbul pada tempat yang sama dengan sinus, tetapi mungkin sulit dibedakan dengan pembengkakan KGB atau benjolan leher lain, terutama bila terinfeksi. Kista celah brankial perta jarang ditemukan.
iii. Sisa arkus brankialis. Kecil, berupa massa kartilago terletak subkutis terletak bisa dimana saja disepanjang tepi anterior otot sternokleidomastoid atau didepan telinga.
c. Patofisiologi. Sinus celah brankial merupakan sisa embriologis yang terbuka keluar tubuh, sedangkan bila tertutup maka akan membentuk kista.
i. Celah brankial pertama meerupakan kelainan yang berhubungan dengan kanalis auditorius eksterna dan berdekatan dengan nerves fasialis
ii. Kista celah brankial kedua dan sinsus nya berhubungan fossa tonsilaris, melewati bifurkasio arteri karotis dan keluar disepanjang tepi anterior muskulus sternoklleidomastoideus
iii. Infeksi berasal dari masuknya kuman melalui kanalis auditorius eksternus atau dibawa masuk ke dalam kista bersama saliva dari faring.
d. Penatalaksanaan. Sisa brankial harus dibuang astas indikasi kosmetis dan untuk mencegah terjadinya infeksi. Bila kista terinfeksi, harus diberikan antibiotik sebelum dilakukan pembedahan. Selama pembedahan ,diseksi harus dilakukan sedekat mungkin dengan sepanjang “track” sinus u tuk mencegah terjadinya cedera pada saraf dan pembuluh darah.
8. Kista dermoid. Termasuk kista - kista berisi kelenjar sebaseus dan folikel rambut. Kista epidermoid tidak memiliki komponen terswebut. Keduanya berisi material sebasea.
a. Etiologi. Kisata dermoid dan epidermoid timbul dari elemen ektodermal dibawah permukaan kulit selama fusi embryogenik.
b. Klinis.
i. Kista dermoid banyak teredapat di ujung lateral alis (angular dermoid)
ii. Kista epidermoid sering ditemukan digaris tengah leher, sehingga sulit dibedakan dengan kista duktus tiroglosus. Bisa timbul dimana saja
c. Penatalaksanaan. Kista harus diangkat karena cenderung untuk membesar. Jarang terjadi infeksi.
9. Tumor kelenjar liur. Tumor kelejar liur sangat jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi mempunyai bentuk lesi yang bervariasi, bisa bersifast jinak dan yang ganas. Pada bayi sering ditemukan hemangioma jinak atau limfangioma dari kelenjar parotis yang merupakan neoplasma solid seperti yang terdapat pada anak-anak. Sebagian neoplasma solid pada kelenjar liur merupakan neoplasma ganas.
a. Hemangioma merupakan tumor kelenjar liur yang paling banyak, yang secara eksklusis banyak dijumpai pada bayi
b. Pada pemeriksaan; ditemukan tanda fluktuatif, lunak, massa yang asimtomatik pada kelenjar parotis.
c. Pertumbuhan tumor biasanya meningkat pada umur 12 – 18 bulan dan secaqra spontan akan mengalami involusi yang terjadi sampai umur 5 tahun
d. Diagnosis biasanya bisa ditegakkan secara klinis, tetapi biopsi dilakukan bila klinis meragukan.
e. Penatalaksanaan. Pemberian steroid mungkin bisa menghentiukan pertumbuhannya dan mempercepat involusi. Diberikan prednison 1 mg/kgBB/hari selama 6 minggu. Radioterapi tidak efektif. Pembedahan tidak diindikasikan pada lesi jinak ini, karena tingkat kesulitan pembedahannya dan risiko akan terjadinya cedera pada nerves ke-7. Eksisi diindikasikan untuk sisa deformitas setelah involusi spontan.
10. Limfangioma. Termasuk higroma kistik dari parotis atau kelenjar submaksiler yang lebihn jarang dibanding hemangioma tetapi sering kali dikelirukan antara keduanya.
a. Limfangioma biasanya akan tampak pada saat lahir dan akan cepat membesar pada beberapa bulan pertama. Bisa juga terjadi hemelimfangioma.
b. Tidak seperti hemangioma pada limfangioma harus egera dieksisi sedini mungkin sebelum menjadi lebih besar dan memerlukan insisi dan deseksi lebih luas. Sedapat mungkin menyelamatkan nerves fasialis karena ini merupakan lesi jinak.
11. “Mixed tumor” (adenoma pleomorfik) sering ditemukan sebagai tumor jinak yang solid dari kelenjar liur
a. Secara tipikal timbul setelah umur tahun ke 7 sebagai massa kerad yang asimtomatik dan tumbuhnya lambat
b. Kelenjar Parotis merupakan asal dari 90% mixed tumor.
c. Penatalaksanaanya adalah eksisi luas dari tumor, dengan perhatian untuk menyelamatkan nerves fasialis. Kemoterapi dan radiasi tidak efektif
d. Residifitas pasca reseksi bukannya tidak biasa, terutama bila tidak dikerjakan eksisi luas
12. Tumor jinak yang lain
a. Hemangioendotelioma
b. Limfoepitelioma
c. Cystadenoma
d. Neuroma
e. Lipoma
13. Karsinoma mukoepidermoid, merupsaakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada anak, hampir sesering “mixed tumor”
a. Tumor ini sulit dibedakan dengan mixed tumor
b. Angka kesembuhan pasca eksisi nya sangat tinggi, karena sangat jarang bermetastase jauh
14. Tumor-tumor ganas lainnya, termasuk karsinoma sel asinar, karsinoma anaplastik, adenokarsinoma, dan berbagai variasi sarkoma. Banyak sekali pasien-pasien dengan tumor ini prognosisnya buruk walaupun sudah dilakukan eksisi radikal
15. Penyakit kelenjar liur non-neoplastik
a. Parotitis epidemika. Pembengkakan difus, nyeri, tampak sakit berat, amilase meningkat
b. Batu saluran kelenjar liur. Dicurigai bilamana terdapat sialodenitis berulang. Diagnosis ditegakan bilamana adanya kalsifikasi pada foto polos. Diperlukan sialografi.
16. Indikasi pembedahan. Diindikasikan untuk hampir semua tumor pada kelenjar air liur. Pembedahan ini merupakan terapi kuratif untuk hampir kebanyakan lesi jinak dan ganas kelenjar liur. Bila diagnosis masih diragukan, dilakukan biopsi. Bila akan dilakukan eksisi radikal termasuk mengangkat neves fasialis, maka pemeriksaan histopatologi definitif harus dilakukan sebelumnya
17. Miscellaneous neck masses
a. Higroma kistik. Melekat erat, lunak, masa kistik pada leher pada bayi baru lahir
b. Kista bronkogenik
i. Etiologi. Kista bronkogenik timbul dari forgut. Banyak kista bronkogenik ditemukan pada rongga dada, salah satunya berekembang dileher. Secara histologis kista di servikal sulit dibedakan dengan kista di toraks. Dindingnya berisi tulang rawan, kelenjar mukous, jaringan elastik, dan otot polos
ii. Temuan klinis. Licin, pembengkakan globuler disebelah anterior atau dibagian sebelah dalam otot sternokleidomastoideus. Kista bisa membesar ≥5 cm. biasanya asimtomatis, tetapi bisa juga terjadi disfagia akibat kompresi kista terhadap esofagus. Pada pemeriksaan sonografi atau CT scan didapati adanya dinding kista yg tebal.
iii. Penatalaksanaan. Eksisi kuratif
c. Tumor jaringan lunak. Tumor jinak maupun ganas bisa berkembang dari jaringan lunak pada leher dan timbul sebagai tumor asimtomatik. Rabdomiosarkoma paling sering ditemukan pada leher. Bisa juga berupa Lipoma, fibroma, neurofibroma, fibrosarkoma, liposarkoma, neurofibrosarkoma, tetapi sangat jarang
d. Metastase tumor. Neuroblastoma meerupakan tumor yg sering bermetastase ke leher pada anak. Bila tumor terdapat di segi tiga posterior atau supraklavikula, tumbuh dengan cepat, maka harus dicurigai adanya tumor metastase. Diindikasikan untuk biopsi
e. Tortikolis. Teraba sebagai pada keras, terdapat pada otot sternokleidomastoid pada bayi baru lahir.

Senin, 08 Februari 2010

Pembedahan pada anak, kapan sebaiknya merujuk ?

TIMMING” MERUJUK PASIEN BEDAH ANAK
(PENENTUAN WAKTU PEMBEDAHAN PADA KASUS BEDAH ANAK)

Penentuan waktu pembedahan elektif pada anak didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1. Umur anak.
a. Pembedahan pada bayi dan anak mempunyai 2 risiko yang harus dihadapi; yakni risiko narkose dan risiko pembedahannya sendiri. Semakin dini umur bayi, maka risiko untuk menghadai pembedahan (narkose dan tindakan pembedahan) semakin besar. Dengan demikian pembedahan pada bayi yang baru berumur beberapa hari, hendaknya dimaksudkan hanya untuk kondisi tertentu sebagai “life threatening”.
b. Kapasitas penyembuhan dan adaptasi pada umur muda akan lebih baik dsan sempurna daripada umur anak yang lebih besar. Ruang tumbuh nya lebih besar pada umur yang lebih muda
c. Perkembangan anatomisnya sedang berlangsung. Semakin kecil umurnya semakin sulit identifikasi jaringannya. Selain itu ada beberapa penyakit yang bisa regresi atau menghilang secara alami dengan semakin bertambahnya umur
d. Perkembangan fungsi organ juga memberikan kontribusi pertimbangan terhadap waktu pembedahan, misalnya fungsi fonasi pada kemampuan bicara. Bila memori bahasa (bicara) pada anak dengan sumbing langitan sudah terbentuk, maka walaupun sumbingnya sudah di koreksi dengan baik tetapi kemampuan berbicaranya masih dengan nada fonasi semula, sehingga memerlukan terapi wicara untuk bisa melatih ulang fungsi bicaranya. Demikian juga kemungkinannya pada fungsi defekasi pada pasien-pasien yang sejak bayi sudah dilakukan kolostomi. Juga pada fungsi penglihatan, fungsi pernafasan, fungsi jantung, fungsi ginjal dan fungsi hemostasis terutama pada bayi.
e. Keadaan psikologis dan kosmetis. Di Indonesia yang masih memegang adat dan tradisi kekeluargaan yang kuat, sering kali kecacatan bawaan menyebabkan “rasa malu” bagi keluarga, dan tak jarang menjadi penyebab terjadinya konflik dalam keluarga, sehingga memerlukan koreksi lebih awal tanpa mengurangi perhatian kita pada risiko-risiko pembedahan. Selain itu kecacatan juga sangat mempengaruhi perkembangan jiwa “si anak” itu sendiri, dalam keadaan demikian hendak koreksi bedah dilakukan sebelum pasien memasuki masa usia sekolah.
2. Keadaan anak yang optimal
a. Keadaan gizi anak. Keadaan gizi sangat berpengaruh terhadap proses penyebuhan dan daya tahan anak terhadap stress narkose dan pembedahan. Mungkin diperlukan waktu beberapa lama untuk meningkatkan keadaan gizinya sebelum dilakukan pembedahan. Perlu diperhatikan berat badan, dan kadar hemoglobin
b. Semua kinerja organ harus dalam kondisi optimal untuk dapat menghadapi stress narkose dan pembedahan. Bila diperlukan dapat segera dilakukan pengobatan sebelum dilakukannya waktu pembedahan, terutama pada pembedahan mayor.
c. Adanya infeksi akut. Infeksi akut yang sering dijumpai pada anak adalah infeksi saluran nafas, dimana banyaknya sekresi lendir dapat mengganggu pembiusan dan proses pulih sadarnya. Harus juga diperhatikan bahwa anak masih dalam masa inkubasi suatu penyakit; misalnya dirumah ada keluarganya yang menderita morbili.
d. Riwayat penyakit yang diderita, misalnya penyakit jantung bawaan, asma bronkiale, allergi terhadap obat tertentu harus sudah diketahui bahkan bile diperlukan sudah dilakukan pengobatan sebelum pembedahan dilakukan.
3. Pertimbangan terhadap keselamatan pasien
a. Alat-alat pembiusan, pembedahan, dan perawatan pada anak sangat spesifik, terutama pada bayi, sehingga tersedianya sarana ini mempunyai kontribusi dalam penentuan waktu pembedahan.
b. Kemampuan spesialis bedah, spesialis anestesi, spesialis anak dan spesialisasi lain yang akan menunjang kegiatan pembedahan.
Beberapa keadaan penyakit dan penentuan waktu pembedahannya:
1. Labiognatopalatoskisis. Pembedahan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan pasien dan maslahnya
a. Tahap pertama. Dilakukan koreksi terhadap labioskisisnya, waktu yang dipilih disesuaikan dengan maslah yang dihadapi diatas, terutama pada umur ini bentuk alae nasi cukup baik dan bila pada sumbing dua sisi, prolabiumnya belum mengalami protusi berat yang dapat mengaggu koreksi bedahnya. Pembedahan yang dilakukan pertama kali adalah labioplasti, waktu pembedahannya sesuai dengan “rule of ten”, sebagai patokan;
i. Umur lebih dari 10 minggu
ii. Berat badan lebih dari 10 pound
iii. Kadar hemoglobin lebih dari 10 g%
iv. Jumlah hitung lekosit kurang dari 10.000
b. Tahap kedua. Koreksi terhadap defek pada palatum yang menyebabkan “nasal escape” terutama pada fonasi suara letup; antara lain “b, d, g” dan belum terjadi atrofi pada otot elevator daan tensor palatini. Palatoplasti dikerjakan sebelum anak mulai belajar bicara; yaitu umur 11-12 bulan. Hasil baikl bila fungsi bicaranya baik.
c. Tahap selanjutnya dikerjakan bila mana diperlukan koreksi tambahan atau koreksi ulang terhadap kemungkinan penyulit. Diharapkan seluruh koreksi sudah selesai pada saat anak mulai masuk sekolah.
2. Kelainan daerah leher
a. Sinus atau kista brokogenik. Merupaka kelainan disepanjang celah insang, terutama celah insang ke dua yang berjalan dari bagian depan telinga menyusuri tepi depan otot sternokleidomastoideus. Pada bayi sering dijumpai dalam bentuk fistel. Penentuan waktu pembedahan sebaiknya berdasarkan “Rule of ten”
b. Kista tiroglosus atau kista duktus tiroglosus persisten. Biasanya ditemukan pada anak besar. Sebaiknya dilakukan pembedahan sebelum terjadi infeksi, bila sudah terjadi infeksi, pembedahan nya sulit dan sering residif.
c. Tortikolis. Biasanya baru tampak setelah berumur 1-2 bulan, dimana sudah terjadi fibrosis sehingga terjadi pemendekan otot sternokleidomastoideus. Pada bayi sebaiknya dilakukan fisioterapi dahulu, biasanya 90% akan berhasil. Tanpa fisioterapi , biasanya baru menghilang dalam 10 bulan. bila dibiarkan maka akan terjadi perubahan kedudukan mata, hemihipoplasi kepala, letak skapula jadi tidak sama tinggi. Bila koreksi pada umur tua, akan terjadi diplopia
d. Hemangioma. Bisa meluas sampai umur 12 bulan, dsn biasanya bisa regresi mulai umur 18-24 bulan; fase 4regresibisa dipercepat dengan cara :
i. Kontak radiasi sedalam 5 mm, dengan 3 kali penyinaran 300 rad. Hal ini dikerjakan pada hemangioma lyas dan tidak dalam. Radiasi pada kepala dan mama akan menganggu perkembangan organ tersebut.
ii. Pada hemangioma tidak luas tetapi dalam, dapat dilakukan injeksi NaCl3% sebulan sekali pada pangkal benjolan
iii. Pada hemsangioma luas dan dalam, diberikan cosrtcosteroid dosis tinggi selama5-7 minggu, kemudian istirahat selama 5 minggu. Selanjutnya dilakukan evaluasi apakah terjadi pengecilan. Pengobatan dihentikan bila benjolan mengecil atau menetap ukurannya. Bila tumor masih membesar, pengobatan seri kedua dilanjutkan dan seterusnya.
iv. Pembedahan dikerjakan dini bila letaknya di palpebra, telinga, hidung dan bibir, yang bila meluas bisqa menyebabkan destruksi jaringan. Pembedahan dini dikerjakan pula bila terletak ditempat yang mudah terkensa cedera, misalnya peerineum, ketiak.
e. Limfangioma. Limfangiona tidak terjadi regresi spontan dan bersifat radioresisten. Tumor akan cepat membesar bila terdapat proses radang pada jaringan didekatnya. Tumor inni mempunyai kista mikro dan kista makro, sehingga sulit diangkat sekaligus. Pembedahan dikerjakan segera setelah diagnosis ditegakan, semakin lama ditunda, maka pembedahan akan semakin sulit karena perlengketannya.
3. Kelainan pada telinga.
a. Sinus preaurikular. Penyakit ini bisa dibiarkan bila tanpa keluhan. Bila terjadi infeksi, lakukan pengobatan terlebih dahulu, pembedahan dilakukan 2-3 bulan kemudian setelah infeksi mereda. Bila terjadi abses,dilakukan insisi drainasedan pemberian antibiotika. Pembedahan deefinitif dilakukan setelah infeksi mereda.
b. Makro dan mikro aurikel. Pembedahan ini cukup sulit. Sebaiknya pembedahan dikerjakan setelah daun telinga berhenti berkembang pada umur 5 tahun.
4. Kelainan umbilikus.
a. Hernia umbilikalis. Umumnya dapat menutup sendiri. Bila lubang nya kecil, penutupan bisa dipercepat dengan menggukana koin dan plester. Bila lubangnya cukup besar dan dalam umur 2 tahun tidak terjadi penutupan sebaiknya dilakukan repair hereniorafi. Hernia para umbilikal tidak menutup sendiri, dan dilakukan repair primer pada umur tersebut.
b. Granuloma umbilikalis. Dicoba dulu dengan pemberian AgNO3 3%, bila gagal lakukan pembedahan. Waktu pembedahan yang tepat sesuai dengan “rule of ten”
c. Persisten duktus urakus dan persisten duktus omfalo mesenterikus; ditutup sesuai dengan “rule of ten”
5. Kelainan pada lipat paha dan genitalia eksterna
a. Hernia lipat paha. Disiapkan sedini mungkin, kqrena potensial adanya bahaya inkarserasi
b. Hidrokel testis atau funikuli. Hidrokel non komunikan, cairannya akan diresopsi sendiri oleh tubuh. Sedangkan hidrokel komunikans perlu pembedahan, pembedahan biasa dikerjakan pada umur 2 tahun
c. Gangguan penurunan testis. Bisa berupa arest (kriptorkismus) atau ektopik. Pembedahan dilakukan sebelum fungsi spermatogenesis berhenti, yakni sewaktu anak berumur 2,6 tahun. Pembedahan yang dikerjakan setelah saat itu, maka spermatogenesis akan terganggu, sedangkan fungsi hormonalnya ntidak tergsanggu.
d. Phymosis penis. (Pada dasarnya sirkumsisi dapat dikerjakan mulai masa neonatus sampai anak besar). Pada phymosis bisa dicoba secara konserfativ dengan dilatasi preputium, caranya: dengan menarik preputium penis ke posterior sehingga terdilatasi sendiri secara bertahap, hati-hati jangan sampai terjadi paraphymosis yang merupakan keadaan emergensi. Keadaan emergensi juga bisa terjadi bila retensio urin. Bila dalam perjalanan nya sering terjadi keluhan kesulitan buang air kecil (retensio urin) ataau balanitis, sebaiknya segera dilakukan sirkumsisi. Sirkumsisi pada neonatus bisa dikerjakan dengan anestesi lokal.
e. Hipospadia. Biasanya pembedahan dikerjakan 2 tahap.
i. Tahap pertama dilakukan eksisi kordee yangn dikerjakan pada umur 1 tahun.
ii. Tahap selanjutnya, uretroplasti dikerjakan pada umur 2 tahun
iii. Pembedahan tambahan atau koreksi atas penyulit diselesaikan sebelum anak masuk sekolah (umur 5 tahun), selain itu pada umur tersebut anatomis penis sudah cukup panjang
6. Kelainan pada tangan-jari
a. Polidaktili. Penentuan waktu pembedahan pada jari tangan didasarkan pada “rule of ten”. Sedangkan pada jari kaki, karena kesulitan memakai sepatu, maka eksisi dikerjakan pada umur 1 tahun. Bila tidak mengganggu, penetuan berdasarkan permintaan keluarga
b. Sindaktili. Eksisi pada jari tangan dierjakan pada umur 5 tahun, pada jari kaki dikerjakan setelah umur 1 tahun.

Minggu, 07 Februari 2010

POLIKLINIK BEDAH ANAK PINDAH KE TEMPAT BARU

Mulai bulan Februari 2010 ini poliklinik bedah anak pindah ke gedung baru "Poliklinik Spesialis - RSUD AWS", hari prakteknya tetap; yakni : SENIN-RABU-JUMAT, dengan jam yg sama sedangkan hari SELASA-KAMIS-SABTU digunakan untuk operasi berencana. Sedangkan operasi emergensi dilakukan setiap saat sesuai dengan keperluan kasusnya.