Selasa, 24 Agustus 2010

PENATALAKSAAN TERAPI CAIRAN PADA BAYI/ANAK

PENDAHULUAN
Penatalaksanaan cairan merupakan elemen penting pada penatalaksanaan pasien bedah anak. Bayi dan anak-anak sangat sensitive meskipun terhadap dehidrasi ringan sekalipun dan penggunaan protocol terapi cairan pada anak tidak bisa merubah keadaan fisiologis perioperatif secara cepat.

FISIOLOGI GINJAL
Komposisi cairan tubuh
Konten total cairan tubuh pada bayi baru lahir aterm adalah 75%-80%. Total cairan tubuh akan menurun 4%-5% dalam seminggu pertama kehidupan, hal ini direfleksikan sebagai hilangnya berat badan. Sampai umur 1 tahun cairan tubuh total akan menurun dengan lambat untuk mencapai kadar dewasa sebesar 60%. Konten cairan ekstrasel menurun sejajar dengan cairan tubuh total dari 45% saat aterm menjadi 20%-25% level dewasa pada saat anak umur 1 tahun.
Untuk neonatus prematur cairan tubuh total dan cairan ekstra sel meningkat dengan menurunnya usia gestasi; contohnya : cairan ekstrasel neonatus prematur pada 28 -32 minggu usia gestasi adalah 52% dari berat badannya. Pada umur 1 minggu kehidupan, proporsi cairan ekstra sel menurun 12%,
Perubahan kompartemen cairan tubuh berlangsung tampaknya sejak intra uterin, tetapi akan terputus bila janin dilahirkan prematur, pangurangan volume cairan ekstrasel ini sangat penting untuk transisi normal dari kehidupan janin ke kehidupan postnatal.
Bayi preterm dengan ekses asupan cairan, meningkatkan insidens patent ductus arteriosus, kegagalan jantung kiri, distres nafas, necrotizing enterocolitis.

FISIOLOGI CAIRAN DAN ELEKTROLIT GINJAL
Pergeseran cairan tubuh pada masa postnatal pada prInsipnya dimediasi oleh regulasi ginjal terhadap air dan ekskresi natrium. Pengaturan ginjal terhadap air berkaitan dengan filtrasi glomerulus dan dan fungsi tubuler. GFR pada bayi aterm baru lahir adalah 25% dari GFR dewasa. GFR bayi baru lahir secara cepat meningkat selama masa 1 minggu pertama kehidupan, kemudian akan menurun secara perlahan sampai setara dengan orang dewasa; yakni pada umur 2 tahun. Sangat berlawanan dengan keadaan rendahnya GFR, bayi-bayi aterm dapat mengatur “sejumlah penambahan” cairan tubuh karena efek positif dari rendahnya kapasitas pemekatan ginjal bayi baru lahir yang berlawanan dengan efek negative akibat rendahnya GFR. Adapun bayi premature mempunyai mekanisme kompensasi yang terbatas dan mungkin tidak mampu mentoleransi sejumlah besar cairan atau hipovolume tanpa komplikasi klinis berat
Kapasitas pemekatan ginjal bayi lebih kecil dari pada orang dewasa. Kekurang mampuan respons terhadap air, ginjal bayi aterm dapat meningkatkan osmolalitas urine maximum 600-700 mOsm/kg. dalam keadaan yg sebaliknya, osmolalitas maximum dari urine pada orang dewasa 1200 mOsm/kg. Variasi pelepasan vasopresin atau anti diuretic hormone (ADH) meregulasi osmolalitas dari cairan ekstra sel. Adapun bayi baru lahir yang dehidrasi tidak bisa meregulasi konsentrasi urine seefisien kemampuan orang dewasa. Setelah terjadi penimbunan cairan bebas, bayi bisa mengeksresi air yg ditandai dengan urine dilusi > 50 mOsm/kg dalam keadaan yang berlawanan pada orang dewasa; kemampuan dilusi urine pada orang dewasa 70-100 mOsm/kg.
Keadaan tersebut dapat meningkatkan kebutuhan bayi terhadap ;
1. hipertermia,
2. peningkatan kehilangan suhu evaporasi dari ventilator mekanik dan
3. kehilangan melalui transepitelial pada bayi premature.
Maneuver sederhana untuk mengendalikan kehilangan cairan basal agar dalam keseimbangan maka diberikan cairan penganti cairan basal pada pasien hipertermia juga pada pasien dengan terapi sinar pada hiperbilirubinemia, serta pasien dengan tubing dan ventilator

PARADIGMA TATALAKSANA CAIRAN
Tatalaksana cairan dibedakan dalam 3 keadaan :
1. Terapi deficit
2. Terapi maintenense
3. Terapi replacement

Terapi deficit :
Terapi deficit adalah penatalaksanaan terhadap kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi, sebelum tampak klinisnya pada pasien
Terapi deficit mempunyai 3 komponen:
1. Estimasi derajat dehidrasi yang terjadi
2. Menentukan tipe dari deficit cairannya
3. Perbaiki defisitnya

Derajat dehidrasi :

Derajat dehidrasi ditentukan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
1.Dehidrasi ringan (deficit cairan 1-5% volume cairan tubuh), sebagian besar didasarkan pada riwayat penyakit : muntah dan diare dengan sedikit (minimal) hasil pemeriksaan fisik
2.Dehidrasi sedang (kehilangan 6-10% volume cairan tubuh) mempunyai riwayat kehilangan cairan dan pemeriksaan fisik antara lain : turgor kulit, kehilangan berat badan, kelopak mata cekung dan ubun-ubun besar, letargi ringfan, membrane mukosa kering.
3.Dehidrasi berat (11-15%) kardiovaskuiler tidak stabil (turgor <<<, takhikardia, hipotensi) disertai keterlibatan neurologis (iritabel, koma)

Tipe dehidrasi :
Tipe deficit cairan bisa diperkirakan dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, nilai elektrolit, dan tonusitas serum.
1.Dehidrasi Isotonus (osmolaritas serum 270-300 mOsm/L, konsentrasi Na serum 130-150 mEq/L)
2.Dehidrasi Hipotonus (osmolaritas serum < 270 mOsm/L, konsentrasi Na serum < 130 mEq/L)
3.Dehidrasi Hipertonus (osmolaritas serum > 130 mOsm/L, konsentrasi Na serum >150 mEq/L)
Pasien dengan dehidrasi hipertonik memerlukan perhatian khusus, karena komplikasinya ; diantara nya : edema serebral bisa terjadi selama re-hidrasi

Pemulihan fungsi kardiovaskuler, fungsi SSP, dan perfusi ginjal merupakan perhatian utama pada perbaikan deficit cairan. Terapi awal dengan cairan isotonus untuk menambah volume. Memperbaiki seluruh deficit cairan mungkin memerlukan waktu. Pada praktisnya, kehilangan kalium tidak bisa segera dipuilihkan secara cepat. Setelah anak mengeluarkan kencing, berikan sejumlah kecil kalium (<40 mEq/L) kedalam cairannya. Minitor adekwat secara terus menerus harus dikerjakan pada terapi deficit cairan dengan menilai kondisi klinis, produksi urine dan berat jenis urine.

Terapi rehidrasi cepat:
Pada anak dengan deplesi volume cairan tubuh, sangat penting meningkatkan volume cairan dengan cepat untuk mengganti cairan ekstrasel yang hilang, ini sangat bertolak belakang dengan terapi deficit yang klasik seperti diatas. Contohnya; pada luka bakar berat, dilakukan resusitasi cepat cairan ekstra sel, maka mortalitasnya menurun. Seluruh cairan diberikan dalam 8-12 jam sekitar 100 ml/kg sesuai dengan cairan ekstra sel, yakni; NS atau RL.

FRIEDMAN (2005) : Pada dehidrasi sedang yang tidak bisa direhidrasi secara oral, maka cairan ekstrasel dipulihkan dengan pemberian RL dengan dosis 40 ml/kg dalam 1-2 jam, rehidrasi oral diberikan setelah rehidrasi intra vena selesai. Pada dehidrasi berat; cairan ekstra sel dipulihkan dengan cairan intra vena; RL, NS, atau keduanya dengan kecepatan 40 ml/kg dalam 1-2 jam. Bila turgor belum pulih, kesadaran belum pulih, atau nadi masih belum teraba pulih sampai ahir cairan diberikan, maka berikan cairan tambahan dengan dosis20-40 ml/ kg harus diberikan > 1-2 jam

Cairan koloid vs kristaloid:
Koloid dan kristaloid, keduanya digunakan secara luas sebagai cairan resusitasi pada pasien kritis. Beberapa cairan koloid yang bioasa digunakan antara lain : albumin, hydroxyethil starch (Hetastarch), dextran.
Perdebatan mengenai efektifitas relative perbandingan antara koloid dan kristaloid (RL dan NaCL 0,9%) masih berlangsung. Tidak ada bukti yang menperlihatkan resusitasi menggunakan kristaloid dapat menurunkan risiko pada pasien trauma ataupun luka bakar yang dilakukan operasi.
Karena kolid tidak berhubungan dengan perbaikan survival dan karena koloid jauh lebih mahal daripada kristaloid, mereka masih terus menggunakan kristaloid untuk pasien-pasien kritis kemungkinan tidak berdasarkan penelitian “randomized controlled trials”

Terapi rumatan (maintenance)
Yang utama pada terapi rumatan adalah mengganti cairan dan elektrolit yang hilang dalam keadaan normal (biasa). Pada periode perioperatif, pemberian cairan rumatan tidak untuk meningkatkan kebutuhan cairan oleh kehilangan cairan yang pindah ke rongga ke tiga masuk ke jaringan intersisiel dan usus.

Panduan pemberian cairan pasca bedah dini dan rumatan :
umur < 6 bulan :
< 12 jam post-op:D10-0,45% NaCl diberikan 1,5 x maintenence rate
cairan maintenece : D10 dengan 0,2% NaCl + KCl 10-20 mEq/L pada maintenence rate
umur > 6 bulan :
< 12 jam post-op : D5% dg RL diberika 1,5 x maintenece rate
cairan maintenence: D10 dg 0,45% NaCl + KCl 10-20 mEq/L pada maintenence rate

Cairan untuk terapi maintenance (rumatan) digunakan untuk mengganti cairan yang hilang dari 2 proses :
1.Kehilangan cairan akibat evaporasi : kehilangan air bebas melalui kulit dan pernafasan (uap) berupa insensible water loss ± 30%-35% dari volume total cairan rumatan, jadi sekitar sepertiga dari cairan rumatan yang diberikan tergantung kelembaban udara dan temperature lingkungan. Pasien dengan hipertermia atau takhipnea IWL lebih besar
2.Kehilangan urine : dalam keadaan euvolemic, kehilangan urine adalah 280-300 mOsm/kg dari air dengan berat jenis urine antara 1.008 – 1.015. dalam keadaan tertentu (Diabetes insipidus, prematuritas) kehilangan cairan dari urin yang terdilusi menjadi lebih banyak, jadi volume yang diberikan pun harus dinaikan. Dalam keadaan lain misalnya; secresi ADH yang eksesif, stress fisiologis pasien mungkin tidak mampu menurunkan osmolalitas urine sampai mencapai 300 mOsm/kg air dan volume cairan rumatan harus diturunkan. Dalam kondisi dibawah euvolemic, kehilangan cairan melalui urine 2/3 dari volume total cairan rumatan.

Kebutuhan cairan untuk rumatan dapat diperkirakan dengan menggunakan formula yang sudah sering digunakan (lihat table). Selama pemberian terapi rumatan, kondisi pasien harus sering di “assess”. Bila estimasinya benar maka kadar elektrolitnya stabil dan secara klinis selalu dalam keadaan euvolemic. Bila kadar elektrolitnya tidak normal atau terdapat tanda-tanda klinis dsari hipervolemia atau hipovolemia,m maka harus dilakukan “re-assess” dari sejumlah komponen dari terapi rumatan pasien.
Panduan cairan untuk terapi rumatan untuk bayi normal aterm dan anak-anak:
Bayi baru lahir :
Hari – 1 : infuse D10 dengan rate 50-60 ml/kg/24 jam
Hari – 2 : infuse D10 dengan 0.2% NaCl, infused rate 100 ml/kg/24 jam
Setelah hari ke-7 : D5%dengan 0.45% NaCl , atau D10 dengan 0.45% NaCl, infused rate 100 ml- 150 ml/kg/24 jam
Pemberian cairan pada anak
BB 0-10 kg : 100 ml/kg/24jam
BB 10-20 kg : 1000 ml/ 24jam + 50 ml/kg/24jam atau 40ml/jam + 2 ml/kg/24jam
BB > 20 kg : 1500 ml/.24jam + 25ml/kg/24jam atau 60ml/jam + 1 ml/kg/24jam
Terapi replacement cairan
Terapi cairan pengganti dirancang untuk mengganti kehilangan abnormal cairan dan elektrolit yang sedang berlangsung. Oleh karena konstituen dari kehilangan cairan-elektrolit tersebut secara substansial berbeda dari komposisi cairan rumatan, maka bila hanya meningkatkan volume cairan rumatan saja akan sangat berbahaya. Secara umum para peneliti mengganti sejumlah besar volume cairan untuk mengganti cairan yang keluar dari stoma atau kehilangan cairan oleh sebab lain dengan cairan fisilogis secara equivalent.
Table - 2 : komposisi elektrolit tipikal daridari cairan tubuh untuk anak dengan kelainan kehilangan cairan dan elektrolit dan dari cairan IV yang sering digunakan
Body or IV fluid Electrolytes (mEq/L) Electrolytes (mEq/L) Electrolytes (mEq/L) Electrolytes (mEq/L)
Na⁺ K⁺ Cl⁻ HCO3⁻
Gastric 70 5-15 120 0
Pancreas 140 5 50-100 100
Bile 130 5 100 40
Ileostomy 130 15-20 120 25-30
Diare 50 35 40 50

RL solutions 130 4 109 28
0.9% Na|Cl 154 0 154 0
0.45% NaCl 77 0 77 0

KEADAAN KLINIS YANG KHUSUS
Stenosis pylorus hipertropikan
Morbiditas pada stenosis pylorus berkaitan erat dengan dehidrasi. Dehidrasi disini terjadi akibat kehilangan cairan dan elektrolit dengan kehilangan ion H⁺ dan ion Cl⁻ dari sekresi asam lambung. Setelah kehilangan cairan secara progresif maka akan terjadi metabolic alkalosis hipokalemia-hipokloremia. Anak dehidrasi berat akan cepat kehilangan K⁺ dan H⁺ disebabkan retensi cairan dan Na⁺ . pH urine pada dehidrasi berat akan memperlihatkan adanya “paradoxical aciduria” karena mekanisme ginjal untuk meresopsi asam akann hilang dalam me-retensi Na⁺ dan K⁺. pada ginjal yang melakukan retensi Na⁺, pada kompensasi awal akan terjadi ekskresi K⁺, sehingga aka berkembang menjadi deficit K⁺, maka ginjal akan me-retensi Na⁺ dan K⁺ jadi akan meng-ekskresi H⁺ untuk mengganti K⁺ sehingga terjadi “paradoxical aciduria”. Lingkaran setan ini hanya bisa dipatahkan dengan mengganti cairan dan elektrolit secara adeqwat. Pada anak stenosis pylorus dengan klinis dehidrasi dilakukan rehidrasi dengann pemberian terapi cairan intra vena sebelum pembedshsan dikerjakan. Diberikan D5- 0.45% NaCl iv sejumlah 1,5 kali pemberian cairanrumatan. Pada anak dengan dehidrasi berat, awal nya diberikan cairan NaCl 0.9%, bila diuresis sudah ada maka boleh diberikan KCl 10-20 mEq/L sebagai tambahan. Derajat beratnya dehidrasi bisa diperkirakan dari pemeriksaan klinis dan pengukuran kadar Cl⁻ dan HCO3⁺ serum. Derajat dehidrasi dann respons klinis terhadap pemberian terapi cairan replacement dapat dijadikan panduan u ntuk menilai selama masa persiapan prabedah. Resusitasi yang optimal ditandai oleh turgor kulitnya normal, mukosa basah/lembab, dieresis > 1 ml/kg/jam, kadar HCO3⁻ < 28mEq/dL, kadar Cl⁻ serum > 100 mEq/dL. Makan peroral biasanya bisa segera diberikan pasca bedah tanpa penyulit dan dosis makan penuh bisa diberikan setelah 24-48 jam pasca bedah. Jarang ditemukan pasca dengan kelainan elektrolit.

Gastroskisis
Penatalaksanaan cairan pada pasien gastroskisis akan sangat kompleks dan sulit, perhatian harus tertuju pada kecepatan pertukarankebutuhan pada neonates. Setelah lahir IWL akan meningkat akibat adanya paparan usus. Masalah major yang dihadapi adalah adanya : hipotermia, hipovolemia, sepsis yang perlu dilakukan pencegahan lanjut. Untuk mengurangi kehilangan suhu tubuh dan cairan, bayi dimasukan ke dalam kantong plastic.kebutuhan cairan pada bayi dengan gastroskisis bisa sampai 2,5 kali kebutuhan pada bayi aterm normal pada 24 jam pertama kelahiran. Secara umum semakin banyak usus yang terpapar maka kebutuhan cairan akan semakin banyak.
Resusitasi awal dimulai dengan bolus NaCl 0,9% atau RL 10-20 ml/kg yang ditambahkan pada cairan rumatan. Tambahan cairan isotonic diberikan sampai dieresis stabil. Secara umum volume yang diberikan antara 120-175 ml/kg/24 jam cairan D5- 0.45% NaCl dengan penambahan Kalium 10 mEq/500 cc cairan (kolf). Keseimbangan asam-basa harus dimonitor secara ketat karena sering terjadi asidosis metabolic akibat buruknya perfusi oleh hipovolemia. P;asang pipa lambung untuk mencegah distensi abdomen untuk mencegah bayi menelan udara dan aspirasi isi saluran cerna karena pasien dengan gastroskisis akan mengalami ileus berkepanjangan. Berikan antibiotic spektruk luas (ampisilin dan gentamisin) dan dirawat dalam incubator dengan suhu netral.
KEPUSTAKAAN
Disarikan dari : Medscape > eMedicine Specialities >Pediatrics : Surgery > General Surgery

Minggu, 22 Agustus 2010

DISTRES PERNAFASAN PADA BAYI

DEFINISI
Penggunaan istilah distress pernafasan merujuk pada kesulitan bernafas, yang dibuktikan dengan adanya :
-Tahipnea
-Nasal flaring
-Stridor
-Air hunger
-Retraksi atau
-Sianosis

PATOFISIOLOGI
Distress pernafasan terjadi akibat hiperkapnea atau hipoksia. Ada 3 katagori mayor sebagai penyebab distress pernafasan:
1.Gangguan ventilasi yang abnormal
2.Gangguan difusi gas
3.Shunting

Ventilasi yang abnormal:
Antara lain termasuk malformasi structural yangf menghambat aliran sejumlah udara untuk mencapai alveoli untuk pertukaran oksigen dan CO2
1.Obstruksi jalan nafas yang bisa terdapat pada setiap level dari mulai hidung (Choanal atresia) sampai bronchus (bronkhomalasia) atau penekanan dari ekstrinsik saluran nafas (vascular ring) atau kelainan intrinsic lainnya (subglottic hemangioma). Stridor timbul akibat turbulensi aliran udara disebabkan oleh sumbatan.
2.Penurunan volume paru-paru, mungkin timbul akibat kompresi dari luar, misalnya : pneumotoraks atau hernia diafragmatika, akibat replacement jaringan paru oleh tumor atau kista, atau akibat gangguan perkembangan paru congenital (agenesis atau hipoplasia)
3.Kelemahan atau kegagalan fungsi dari otot-otot pernafasan sebagai akibat perkembangan otot-otot yang tidak memadai; misalnya : eventerasio diafragma, , suatu cedera kelahiran (misalnya: pada nervus phrenicus), atau kelainan pada susunan saraf pusat

Kegagalan difusi
Terjadi akibat kegagalan alveoli oleh sebab perkembangan yang abnormal (hyaline membarane disease), aspirasi, atelectasis, pneumonia, atau gagal jantung kongestif.

Shunting
Shunting terjadi di dalam jantung (R to L) dari defek septum, dan kelainan jantung lain yang menyebabkan darah yang masuk ke arteri kekurangan oksigen menyebabkan penurunan PaO2.

TAMPILAN KLINIS
Umur timbulnya kelainan klinis dan kecepatan progresifitas timbulnya gejala merupakan temuan yang dapat memberikan petunjuk akan penyebab distress nya.
1.Onset of symptom shortly after birth, memberikan indikasi adanya kelainan malformasi mayor yang berpotensi un tuk dilakukan “life-threatening”. Misalnya : bayi dengan hernia diafragmatika, agenesis trachea, paru hipoplastik, paralisis N Phrenicus atau plica vocalis yang simptomatis sejak lahir. Hyaline membrane disease menimbulkan geejala segera setelah lahir
2.Sudden onset dari gejala yang sebelumnya baik-baik dicurigai disebabkan oleh kelainan mekanik misalnya pneumotoraks atau aspirasi
3.Restlessness, mungkin merupakan tanda awal terjadinya distress pernafasan pada bayi yang sebelumnya asimptomatik. Keadaan ini mungkin merupakan tanda yang sulit dikenali walaupun oleh seorang berpengalaman sekalipun. Takhipnea kemudian diikuti dengan keadaan dyspnea yang sebenarnya, dengan nafas cuping hidung, retraksi otot nafas, grunting dan akhirnya sianosis.
4.Stridor merupakan tanda patognomonik dari sumbatan jalan nafas bisa dimana saja mulai dari laring sampai karina. Wheezing menandakan adanya obstruksi bronkus. Opisthotonos menunjukan adanya kompresi jalan nafas, sering pada pasien dengan vascular ring

DIAGNOSIS
1.Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik memberikan temuan penting untuk menilai apakah vantilasinya adeqwat dan apakah ada sumbatan jalan nafas. Auskultasi paru sering kali keliru, karena suara nafas dengan mudah ditransmisikan dari paru sisi sebelahnya. Karena itu bayi yang sudah jelas-jelas pneumotoraks suara nafasnya masih bisa terdengar
2.Foto toraks dilakukan pada semua pasien dengan distress pernafasan. Pemeriksaan ini sangat penting dalam memberikan informasi keadaan paru-paru dan jalan nafas dan membedakan penyebab distress pernafasan nya apakah surgical atau non surgical. Foto upright film lebih akurat dibanding supine untuk membedakan antara hwernia diafragmatika dengan kista paru atau antara emfisema lobaris dengan pneumotoraks
3.Pasang pipa lambung melalui nares untuk menyingkirkan kemungngkinan adanya choanal atresia, masuknya pipa lambung sampai gaster menyingkirkan adanya atresia esophagus
4.Laringoskopi dilakukan s ebagai tindakan emergensi bila terjadi obstruksi jalan nafas. Obstruksi saluran nafas bagian atas sering bisa diatasi dengan pemasangan pipa endotrakheal.
5.Bronkhoskopi diindikasikan pada semua pasien d engan stridor tetapi tidak sesuai dengan distress nafas yg signifikan. Pemeriksaan nini sederhana dan akurat untuk menegakan diagnose yg khusus dan menentukan apakah perlu pembedahan untuk koreksi anatomis.
6.Soft tissue x-rays leher bisa memberikan temuan penting untuk diameter saluran nafas dan kemungkinan adanya kompresi dari luar
7.Esofagogram dilakukan bila diduga adanya vascular ring
8.Analisa gas darah arteri, membentu penatalaksanaan dan memilah antara sianosis oleh s ebab kelainan jantung dengan kelainan paru-paru. Sianosis yang disebabkan kelianan jantung walaupun diberikan oksigen 100% tetap tidak berubah sedangkan kelainan paru akan membeik bila diberikan oksigen 100%.

DIAGNOSA DEFERSIAL
Sebagian besar kelainan yang menyebabkan gangguan mekanik ventilasi bisa ilakukan pembedahan, sedangkan kelainan diffuse biasanya membaik dengan medikamentosa.
Obstruksi jalan nafas

1.Nasofaring
a.Absent nares
b.Choanal atresia
c.Encefalokel
d.Teratoma

2.Mouth
a.Macroglosia
b.Piiere Robin Syndrome
c.Hypopharingeal cyst
d.Lingual thyroid

3.Laring
a.Paralisis pita suara
b.Laryngomalacia-congenital laryngeal stridor (CLS)
c.Laryngotrcheal hemangioma
d.Laryngotrcheal lymphangioma
e.Laryngotracheoesophageal cleft

4.Neck
a.Cystic hygroma
b.Goiter

5.Trachea
a.Subglotic stenosis
b.Subglotic cyst, hemangioma
c.Tracheomalacia
d.Tracheal stenosis
e.Tracheal atresia
f.Vascular ring

6.Bronchi : bronchomalacia

Reduce lung volume
1.Diaphragmatic hernia
2.Agenesis of the lung
3.Pneumothorax
4.Chylothorax
5.Lobar emphysema
6.Lung cyst
7.Cystic adenomatoid malformation

Impaired muscle function
1.Phrenic nerve injury
2.Eventeration of the diaphragm
3.Absent abdominal muscle
4.Spinal paralysis

Impaired diffusion
1.Hyaline membrane disease

2.Aspiration
a.Meconeum aspiration
b.Esophageal atresia
c.Tracheoesophageal fistula (TEF)
d.CNS disease

3.Atelectasis

4.Pneumonia

5.Pulmonary hemorrhage

6.Interstitial emphysema

7.Wilson-Mikity syndrome (pulmonary dysmaturity syndrome pada bayi premature kecil)

8.Transient tachypnea of the newborn

9.Congestive hearth failure

TREATMENT
Specific treatment akan dibicarakan dalam diskusi khusus dengan berbagai variasi kelainan. Beberapa terapi secara umum akan dibahas sebagai berikut :
1.Intubasi endotracheal dilakukan untuk, baik diagnose obstruksi jalan nafas maupun sebagai treatment yakni membantu memperbaiki ventilasi. Kesalahan yang sering terjadi adalah memilih ukuran pipa terlalu besar atau meletakannya terlalu dalam. Posisi pipa harus dipastikan dengan foto thorax
2.Assisted ventilation harus dilakukan secara khusus pada pasien hernia diafragmatika dan pada pasien dengan lobar emphysema yang mana bila diberikan berlebihan bisa menyebabkan rupture paru yang berakibat terjadi nya secara cepat tension pneumotorax.
3.Tension pneumotorax dapat di treat emergensi dengan pemasangan needle-catheter (angiocath) diikuti dengan pemasangan pipa torax.
4.Beware of fatique.